Oleh : Moch Eksan
Terlalu dini, menilai kepemimpinan kepala daerah yang belum genap 100 hari setelah resmi dilantik, Jumat, 26 Februari 2021. Apalagi, kepala daerah tersebut berasal dari luar rahim birokrasi pemerintahan sebelumnya.
Surabaya, Banyuwangi dan Jember, seperti tulisan Mas Oryza A Wirawan "Mewaspai Ekspektasi Tinggi" dan Mas Aga Suratno "Ekspektasi dan Revisi", tak bisa dibandingkan apple to apple. Jelas, ketiga daerah tersebut punya geopolitik tersendiri. Wali Kota Eri Cahyadi adalah kader birokrasi Ibu Tri Rismaharini yang melegenda sebagai kepala daerah berprestasi. Bupati Ipuk Fiestiandani adalah istri dari Mas Abdullah Azwar Anas yang melegenda sebagai kepala daerah berprestasi pula.
Keduanya mencerminkan mayoritas kehendak rakyat yang ingin status qou. Frasa status quo berasal dari Bahasa Latin yang artinya, harapan rakyat menginginkan keadaan yang ada seperti keadaan sebelumnya. Harapan tersebuat merupakan buah dari kepuasan publik terhadap hasil kinerja pemimpin terdahulu.
Berbeda halnya dengan Bupati H Hendy Siswato, penantang incumbent yang tak pernah menggondol gelar kepala daerah berprestasi. Bupati CEO Sevendream Group mencerminkan kehendak rakyat yang ingin perubahan.
Perubahan merupakan suatu keadaan yang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Rakyat berharap pemimpin yang berbeda dalam banyak hal dengan pemimpin terdahulu. Harapan ini merupakan cermin dari kekecewaan terhadap hasil kinerja kepala daerah yang ada waktu itu.
Barangtentu, suasana kebatinan pemimpin dan rakyat Surabaya, Banyuwangi dan Jember, berbeda jauh. Satu sisi ekspektatif dan sisi lain non ekspektatif. Ekspektasi bisa merujuk pada Vroom's Expectancy Theory (teori harapan Vroom's).
Victor H Vroom dalam buku Work and Motivation menyatakan, bahwa harapan merupakan persepsi korelasi antara upaya, kinerja dan hasil yang menguntungkan timbal balik. Makna keuntungan disini bukan hanya untuk diri pribadi tapi juga untuk orang banyak.
Publik punya sensitifitas ekspektatif terkait dengan upaya, kinerja dan hasil di atas. 100 hari pertama pemerintah merupakan golden age bagi wali kota dan bupati untuk memenuhi harapan rakyat. Semua mata tertuju terhadap apa yang dilakukan kepala daerah, baik dari koalisi maupun oposisi.
Dari awal pemerintahan ini, nampak terlihat benih cinta dan benci rakyat terhadap sang pemimpin. Semua bergantung pada selebrasi program pro poor, pro job and pro growth. Di rezim walfare state ini, setiap pemimpin harus memproyeksikan kesejahteraan rakyat di atas yang lain.
Bila tidak, alamat rakyat akan menghukumnya. Sang kepala daerah akan kehilangan bulan madu bersama rakyat dengan cepat. Hari-hari akan dipenuhi dengan sumpah serapah, kepercayaan, dukungan dan rasa hormat rakyat akan hilang musnah.
Menjadi kepala daerah dengan ekspektasi yang tinggi, semisal menghadapi orang baper. Apalagi bagi Jember yang broken heart terhadap sepak terjang pemimpin sebelumnya, rakyat pasti lebih sensitif dan kritis. Bupati H Hendy mesti ekstra hati-hati, salah-salah cinta berbalas benci, dari para pendukungnya sendiri sebagai akibat salah memanage sumber dukungan politiknya yang dimiliki.
Dalam suasana patah hati rakyat, semua serba over. Cintanya berlebih dan bencinya pun sama. Sang pemimpin dituntut lebih bisa mengayomi dan melindungi.
Kata pepatah Arab, "Ahbib habibaka haunan ma, 'asa an yakuna baghidhoka yauman ma. Wa abghidh baghidhoka haunan ma, 'asa an yakuna habibaka yauman ma" (Cintailah kekasihmu itu sekedarnya saja, boleh jadi kamu akan membencinya suatu ketika. Dan bencilah orang yang kamu benci sekedarnya saja, boleh jadi kamu akan mencintainya suatu ketika).
Saya yakin Bupati H Hendy-Gus Firjuan, termasuk penghayat lagu Kemesraan Iwan Fals. Untuk mengakhiri analisa psikopolitik ini, saya kutipkan lirik lagu tersebut.
Suatu hari
Dikala kita duduk di tepi pantai
Dan memandang
Ombak di lautan yang kian menepi
Burung camar
Terbang bermain diderunya air
Suara alam ini
Hangatkan jiwa kita
Sementara
Sinar surya perlahan mulai tenggelam
Suara gitarmu
Mengalunkan melodi tentang cinta
Ada hati
Membara erat bersatu
Getar seluruh jiwa
Tercurah saat itu
Kemesraan ini
Janganlah cepat berlalu
Kemesraan ini
Ingin kukenang selalu
Hatiku damai
Jiwaku tentram disampingmu
Hatiku damai
Jiwaku tentram bersamamu
*Moch Eksan, Pendiri Eksan Institute.
Komentar