Willy Aditya, Wakil Ketua Baleg DPR RI. (Dok/Istimewa). |
Lensajatim.id, Jakarta- Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Willy Aditya mengatakan, proses pembentukan sebuah UU di Indonesia mempunyai tradisi yang khas, yakni melibatkan semua pihak termasuk masyarakat. DPR sebagai lembaga politik tidak dapat membentuk UU sendiri.
"Kita punya tradisi yang berbeda. Misalnya Amerika, dia ada lobbyist (pelobi), dia yang meyakinkan para pihak, kemudian digolkan. Di kita tidak. Sekecil dan sebesar apapun semua pihak terlibat," ujar Willy dalam Program TVR Parlemen-DPR Kini "Spesial HUT ke 77 DPR RI", Selasa (6/9).
Willy juga menegaskan, proses pembentukan UU sering kali terbentur berbagai kepentingan, sudut pandang dan sikap politik.
"Sebagai sebuah ruang yang terbuka, dia tidak lepas dari sebuah proses. Ada yang berkeinginan dan ada yang kemudian opposite terhadap keinginan tersebut. Jadi ini bukan suatu hal yang sifatnya bulat, lonjong saja tidak," ujar Willy.
Willy mencontohkan saat proses pembahasan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang berlangsung alot.
"Misalnya UU TPKS. Ini ada publik yang berkehendak, ada sebuah realitas yang objektif yang membutuhkan itu. Tapi kan ada sebuah standing value yang dianggap ini UU memiliki dampak tertentu, sehingga terjadilah kekisruhan di tengah publik," urainya.
Lebih lanjut Willy menekankan, DPR sebagai lembaga politik pembentuk UU tidak bisa berjalan sendiri. Indonesia yang menganut sistem presidensil dimana pemerintah ikut mengambil keputusan untuk pengesahan UU.
"Kita hidup dengan sistem presidensil. DPR adalah lembaga pembentuk UU, tapi tidak ada satupun UU yang bisa disahkan tanpa persetujuan Presiden," tegasnya.
Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI itu menambahkan, DPR sudah berusaha mengakomodasi pembentukan UU lewat Prolegnas tahunan. Namun demikian, karena Prolegnas tidak semata-mata bisa menjadi sebuah penilaian UU akan terbentuk.
"RUU yang sudah masuk dalam Prolegnas tahunan atau Prolegnas jangka menengah panjang itu adalah sebuah ekspresi dari aspirasi, baik aspirasi fraksi, anggota, dan komisi. Setiap tahun kita tetapkan Prolegnas Prioritas kita, itu adalah list of hope, apa yang menjadi kebutuhan. Namun kembali lagi, di sana ada yang berkeinginan dan ada yang tidak berkeinginan," pungkas Legislator NasDem dari Dapil Jawa Timur XI (Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep) itu.(dis/*)
Komentar