Ratih Megasari Singkarru, Anggota Komisi X DPR RI. (Dok/Istimewa). |
Lensajatim.id, Jakarta- Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Ratih Megasari Singkarru, menyampaikan keprihatinan mendalam atas kasus perundungan di SMP Negeri di Cilacap, Jawa Tengah. Kasus itu harus menjadi momentum refleksi diri untuk membangun lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan.
"Peristiwa menyakitkan itu bukan hanya mengguncang korban dan keluarganya, tetapi juga kita semua sebagai bagian dari masyarakat yang peduli terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan empati," ujar Ratih dalam keterangannya, Sabtu (30/9).
Ratih menambahkan, empati, dukungan moral, dan bantuan psikologis sangat dibutuhkan oleh korban untuk mengatasi trauma dan memulai proses penyembuhan. Ratih berharap, semua pihak dapat bersatu memberikan dukungan kepada korban dan keluarganya dalam menghadapi masa-masa sulit.
Legislator NasDem itu meminta pihak berwenang memberi respons tegas atas segala tindak kekerasan dan perundungan yang terjadi. Setiap pelaku harus dihadapkan pada hukuman yang setimpal untuk memberikan efek jera dan mengirim pesan kuat kepada masyarakat bahwa tindak kekerasan tidak akan ditoleransi.
"Penegakan hukum yang adil dan tanpa pandang bulu adalah kunci dalam membangun masyarakat yang adil dan beradab," imbuhnya.
Ratih menyoroti kondisi pendidikan di Tanah Air yang masih dilanda berbagai masalah serius, termasuk bullying dan tawuran antarpelajar. Hasil asesmen nasional menunjukkan bahwa hampir satu dari empat siswa berpotensi mengalami perundungan atau kekerasan, bahkan kekerasan seksual.
"Ini mencerminkan betapa mendalamnya masalah yang dihadapi oleh sistem pendidikan kita dan menjadi corengan besar pada upaya pemerintah dalam memperbaiki sistem pendidikan yang seharusnya berfokus pada penguatan karakter," lanjutnya.
Legislator NasDem dari Dapil Sulawesi Barat itu menambahkan kasus perundungan yang muncul ke permukaan karena viral di media sosial hanyalah puncak gunung es. Banyak kejadian yang mungkin tidak pernah dilaporkan atau diusut tuntas.
Ia mengimbau pihak sekolah untuk lebih empatik dan proaktif dalam menangani kasus-kasus kekerasan dengan mendorong siswa dan komunitas sekolah untuk melaporkan segala bentuk kekerasan yang dialami.
"Sekolah harus menjadi penolong pertama dan tidak boleh menutup-nutupi kejadian yang sebenarnya," imbuhnya.
Lebih lanjut Ratih menegaskan, pendidikan karakter yang empatik, bermoral, dan memiliki kecerdasan emosional adalah fondasi utama dalam membentuk generasi muda yang beradab dan bertanggung jawab.
"Ini bukan hanya tanggung jawab pihak sekolah atau kementerian pendidikan semata, namun merupakan hasil dari sinergi antara sistem pendidikan, lingkungan, dan keluarga. Dukungan dari semua pihak adalah kunci dalam membentuk karakter siswa yang kuat dan resilien," tegasnya.
Ratih berharap kasus tersebut dapat menjadi momentum untuk merefleksikan diri dan berkomitmen untuk membangun lingkungan yang aman, mendukung, dan bebas dari kekerasan bagi anak-anak bangsa.
"Mari kita bersama-sama bekerja untuk memutus mata rantai kekerasan dan membangun masyarakat yang lebih adil, damai, dan beradab," pungkas Ratih.(RO/dis/*)
Komentar