|
Menu Close Menu

Pencemaran oleh Bakri

Sabtu, 24 Agustus 2024 | 11.42 WIB

Marlaf Sucipto. (Dok/Istimewa).

Oleh Marlaf Sucipto

Lensajatim.id, Opini-Semalam, saat saya sudah terlelap tidur sebab capeknya aktivitas kemarin, saya dihubungi, baik telepon biasa, telepon WA, dan WA massage oleh banyak alumni Annuqayah, mereka meminta pendapat hukum saya, mereka geram atas komentar Bakri melalui media sosial yang dianggap menghina Kiai Warits. Selang sekira 2 jam sejak Bakri berkomentar, ia diamankan oleh Polres Sumenep.


Saya baru tahu peristiwa tersebut sekira jam 3 pagi saat bangun tidur setelah meneguk air mineral.


Saya pribadi turut menyesali atas komentar Bakri itu. Ia, menurut pemberitaan Nolesa.com, adalah perangkat Desa Lalangon, Manding, Sumenep.


Sikap Bakri tidak mencerminkan sebagai abdi negara maupun sebagai warga negara yang baik. Dalam hal sebagai warga negara, ia terancam pidana, dapat dijerat dengan ketentuan Pasal 27A, UU ITE, perbaikan kedua, yang ancaman hukumannya maksimal 2 tahun dan denda 400 juta. Dengan catatan, ia dilaporkan secara resmi ke kepolisian oleh pihak yang memiliki legal standing untuk melapor.


Siapa itu?

Sebab Kiai Warits telah meninggal dunia, maka ahli waris beliau yang hanya bisa melaporkan. Baik itu yang berstatus sebagai istri maupun anak-anak beliau. Selain dari itu, termasuk di dalamnya Alumni Annuqayah, tidak bisa. Atau, jika alumni yang melapor, laporan itu tidak dapat ditindaklanjuti. Karena laporan polisi dalam hal pencemaran nama baik, secara hukum masuk dalam rumpun delik aduan absolut.


Ancaman maksimal dua tahun itu, setelah UU ITE direvisi yang kedua. Andai menggunakan hasil revisi yang pertama, ancaman hukumannya maksimal empat tahun dan/atau denda 750 juta. Tapi revisi yang pertama itu sudah tidak berlaku. Yang berlaku revisi yang kedua.


Dari berita yang ditulis nolesa, rasanya Kiai Ali Fikri sebagai salah satu putera beliau, tidak akan melaporkan Bakri. Entah dari ahli waris Kiai Warits yang lain.


Dalam konteks Bakri sebagai abdi negara, yang masuk dalam rumpun Aparatur Sipil Negara (ASN), maka dapat ditindak sesuai UU 5/2014 tentang ASN. Setidaknya, dalam sementara waktu, dari sisi etik. Ini yang bisa dikawal langsung oleh Alumni Annuqayah jika mau mengawal. Tanpa persetujuan keluarga besar Kiai Warits sekalipun, secara hukum, bisa. Tapi secara etik, sebaiknya alumni mohon restu dulu bila mau mengawal kepada keluarga besar Kiai Warits di Guluk-Guluk.


ASN adalah jabatan publik yang didanai dari dana negara. Setiap ASN, wajib berpegang teguh pada kode etik. Ini landasan bila mau mem-presure Bakri dalam kapasitasnya sebagai ASN.


Jika Bakri dari sisi pidana diproses karena adanya laporan yang sah dari ahli waris Kiai Warits, dan ia kemudian diputus bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, maka pengawalan etik itu tidak perlu sebab UU ASN akan berlaku dengan sendirinya; Bakri telah memenuhi syarat untuk diberhentikan sebagai ASN. Jadi, selain dipenjara, ia juga dapat diberhentikan sebagai perangkat desa.


Terkait perkara ini, "tombol"-nya berada di keluarga besar Kiai Warits Ilyas di Guluk-Guluk.


Begitu pendapat hukum saya sebagai alumni.


Tapi, pendapat pribadi saya, jika Bakri permintaan maafnya ditindaklanjuti sampai ke Annuqayah, menemui ahli waris Kiai Warits Ilyas, tidak cukup hanya permintaan maaf semalam di Polres Sumenep yang kesannya terpaksa karena dikepung para alumni, permintaan maafnya betul-betul dari hati dan berjanji tidak akan mengulangi, maka sebaiknya, maaf itu diterima dan nyatakan selesai.


Berikutnya, kita fokus saja supaya Mas Kiai betul-betul dapat jalan agar jadi pengimbang kekuatan politik yang dibangun Fauzi. Bagi saya, ini semata agar demokrasi di Sumenep terus bersemai. Rekomendasi PPP masih belum kongkrit walaupun PPP, berdasarkan putusan MK dan tidak berlakunya revisi UU Pilkada, dalam konteks politik lokal Sumenep, memungkinkan untuk maju sendiri.


***

Kosa kata ini disusun sepanjang perjalanan ke Sampang, Madura.

☺️✊☕

Bagikan:

Komentar