|
Menu Close Menu

DNA Pesantren Cabup

Jumat, 06 September 2024 | 00.49 WIB

 


Oleh Achmad Sudiyono


Lensajatim.id, Opini- Bupati Periode 2005-2015, Ir MZA Djalal menjuluki Jember sebagai "Kota Seribu Pesantren". Ini lantaran jumlah pesantren melebih jumlah desa. Sekarang jumlahnya sudah tembus di angka 711 pondok pesantren yang tersebar di seluruh pelosok Jember. Jumlah ini menurut Kemenang terbesar di Propinsi Jawa Timur dari 38 kabupaten/kota yang lain.


Julukan tersebut bukan sekadar slogan, namun juga diimplementasikan dalam politik anggaran. Pemerintah bersama DPRD Kabupaten Jember mengalokasikan anggaran bantuan operasional pesantren masing-masing sebesar Rp 10 juta. Bantuan ini tanpa melihat besar atau kecilnya pesantren yang bersangkutan.


Bantuan ini benar-benar diperuntukan untuk meringankan beban biaya operasional pesantren di setiap bulannya, sekadar untuk membayar tagihan listrik dan atau kebutuhan harian lainnya.


Banyak pengasuh pesantren menyampaikan kepada saya selaku kepala OPD yang dititipi anggaran ini, bahwa bantuan operasional pesantren itu cukup meringankan biaya rutin dari lembaga pendidikan tertua di Nusantara. Good will dan political will Pak Djalal ini, tentu merupakan hasil bacaan sosiologis dan antropologis tentang keberadaan pesantren.


Tak bermaksud melebih-lebihkan keberpihakan Pak Djalal terhadap pesantren, bantuan operasional pesantren sesungguhnya merupakan terobosan kebijakan yang melampaui zamannya. Ini jauh sebelum kaum santri memegang kendali utama landskap politik nasional.


Saya bersyukur sebagai alumni Pondok Pesantren Nurul Jadil Probolinggo, ikut membantu Pak Djalal membidani kebijakan pro pesantren. Yaitu, sebuah kebijakan yang mendahului ghirah pesantren sebagai inti kekuatan pendidikan nasional dari dua periode pemerintahan Jokowi.


Jujur harus diakui, Presiden yang akan dilanjutkan oleh Prabowo Subianto ini memang membidani dua kebijakan besar yang menguntungkan kaum santri. Pertama,  menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional (HSN). Kedua, mengundangkan UU No 18/2019 tentang Pesantren.


Namun satu dekade sebelum Jokowi secara nasional, dalam skala lokal, ada pemimpin daerah yang visioner yang ingin mengangkat peran dan kiprah pesantren dalam membangun sumber daya manusia. Pak Djalal menambah jam pelajaran pendidikan Agama Islam  (PAI) dari 2 jam menjadi 3 sampai dengan 4 jam dalam seminggu.


Sekolah di bawah naungan Dinas Pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA), disetting bernuansa pesantren dalam kegiatan keagamaannya, baik dalam kegiatan intra maupun ekstrakurikuler. Tradisi jamaah, doa bersama, tahlil, sholawat dan lain-lain dilaksanakan secara terstruktur, sistematis dan massif.


Sayangnya, setelah Pak Djalal lengser keprabon, politik anggaran yang pro pesantren di atas tak dilanjutkan. Bantuan operasional pesantren malah dihapus oleh bupati berikutnya, baik di era Bupati dr Faida MMR maupun pada masa Bupati Ir H Hendy Siswanto, ST, IPU, ASEAN Eng.


Padahal, kedua bupati ini punya hubungan yang sangat erat dengan pesantren. Faida adalah alumni pesantren. Sementara Hendy adalah besan dari ulama besar Jember sekarang.


Yang paling ironis, dua bupati hasil pilihan langsung ini, wakilnya adalah pengasuh pondok pesantren. KH A Mukit Arief, Wakil Bupati Faida, adalah Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah Karangharjo Silo. Sedangkan, KH Balya Firjaun Barlaman, Wakil Bupati Hendy, adalah Pengasuh Pondok Pesantren ASHTRA Talangsari Kaliwates Jember.


Tapi mengapa alokasi anggaran bantuan operasional pesantren sirna dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)? Jawabannya, 2 wakil bupati kiai tak menyadari arti keberadaannya sebagai representasi kaum santri dan pesantren.


Oleh karena itu, dari dua pasangan calon bupati dan wakil bupati pada Pilkada Serentak 2024 ini, semua sama-sama punya DNA pesantren. Bahkan dua orang calon bupatinya berasal dari satu keluarga besar Pondok Pesantren Al-Qodiri Gebang Patrang. Sementara, Saya nanti akan lebih cenderung menitipkan amanah kepada pasangan calon yang mau melanjutkan kebijakan bantuan operasional pesantren.


Penulis adalah Bupati LIRA Jember dan Pembina Wandas Foundation Jember

Bagikan:

Komentar