Ilustrasi. (Dok/Istimewa). |
Oleh: NK Gapura
Lensajatim.id, Opini- Banyak yang berharap pasangan FAHAM; Achmad Fauzi Wongsojudo dan Imam Hasyim menang di Pilkada Sumenep yang akan dihelat pada tanggal 27 November 2024 mendatang. Alasannya sederhana.
Kata seorang kawan, seorang politisi kawakan, mengatakan, kekhawatiran patahana akan kekalahan lebih besar dari penantangnya. Alasan ini masuk akal. Patahana, dengan kekuasaanya, telah memahami medan. Dan secakap apapun penantangnya, tentu perlu meraba, siapa saja yang siap segaris di jalan perjuangannya.
Menjelang petang, saya diberi kesempatan bertemu dengan seseorang yang mengaku sebagai "anak bawang" di koalisi FAHAM. Secara subjektif dan berhati-hati, dia bercerita bagaimana koalisi patahana ini bekerja.
Beberapa kali dia tidak berkenan menjawab pertanyaan yang saya ajukan. Katanya, beberapa pertanyaan saya terlalu teknis dan terkesan berlebihan.
Yang pasti, arahan masing-masing partai untuk membantu pemenangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur di Jawa Timur, membuat suasana kebatinan koalisi FAHAM menjadi ewuh pakewuh.
Di Pilakda Jawa Timur, PDI Perjuangan dan PKB tidak satu koalisi. Sementara di kota Sumekar, mereka bersatu dengan mengusung calon bupati dan wakil bupati.
Sejauh ini, mayoritas kader PKB Sumenep ingin tetap segaris dengan partai. Di Sumenep mendukung FAHAM, dan di Jawa Timur medukung Luluk-Lukman. Meski ketua PKB Sumenep adalah calon wakil bupati, dan mendampingi patahana saat ini, loyalitas semua kader harus tetap senafas dan senyali.
Katanya, cara serupa juga dilakukan oleh seluruh kader PDI Perjuangan di Sumenep. Di Sumenep mereka senafas dengan koalisi FAHAM, tapi di Jawa Timur, para kader banteng satu komando memenangkan Risma dan Gus Hans.
Yang dikhawatirkan, paket kampanye koalisi FAHAM kepada publik menjadi beragam. Kader PKB membawa paket kampanye FAHAM dan Luluk-Lukman, sedangkan kader PDI Perjuangan membawa paket kampanye FAHAM dan Risma-Gus Hans.
Ada kabar, kader PKB yang berdalih segaris dengan partai, khususnya untuk Pilkada Jatim, adalah "alasan formal" untuk menutupi kekecewaan. Sebab, selama bupati patahana dari PDI Perjuangan menjabat, "keberpihakan" terhadap kader PKB tidak begitu kuat.
Para kader, yang diduga kecewa ini, sedang menunggu untuk diajak bicara. Kiranya, kompromi apa yang bisa disepakati agar koalisi bisa satu suara untuk FAHAM dan Risma-Gus Hans?
Selain kader yang kecewa, muncul juga kalimat serupa ancaman dari PDI Perjuangan kepada PKB. Katanya, PKB Sumenep harus satu komando dengan PDI Perjuangan, termasuk di Pilkada Jatim. Jika tidak, kesepakatan ongkos politik di Pilkada Sumenep akan ditangguhkan. Bahkan ditiadakan.
Kalimat serupa ancaman ini memang belum terverifikasi. Namun, meski itu hanya kabar burung, dalam politik, semua bisa terjadi, kata kawan, yang selalu ingin dicap sebagai anak bawang. Dari semua yang saya tanyakan, dia hanya bisa membenarkan bahwa suasana batin kader PKB belum rela menjadi satu haluan.
Sejauh ini, kerja koalisi FAHAM masih sebatas serenomial. Katanya, spirit koalisi belum sepenanggung-seperjuangan. Pertemuan demi pertemuan masih berlangsung kaku, dengan perasaan yang belum sepenuhnya percaya.
Di samping itu, ada pula dugaan bahwa sebagian kader PDI Perjuangan suka bersikap jumawa. Kader PKB dipersepsikan sebagai regu yang harus siap jalan. Konsep dan ide perjuangan harus menyesuaikan. Sikap itu disebabkan oleh anggapan bahwa ongkos politik dari PDI Perjuangan tidak bisa dilawan.
Pertanyaanmu tidak perlu macam-macam. Pertemuan ini pasti kamu catatan kan? Mendengar itu, saya diam. Sambil juga saya sampaikan bahwa sebagian ada yang selesai, dan sebagian terbengkalai.
Kami pun berbincang dengan topik yang berbeda. Kami berdua kembali tertawa. Dan disela berbincang, anak bawang ini merayu saya untuk beristri dua. Saya sampaikan, salam awam saja.
Ganding, 05 Oktober 2024
NB : Isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis
Komentar