|
Menu Close Menu

Jabatan Presiden dan Ambisi Klimaks Prabowo

Minggu, 20 Oktober 2024 | 11.16 WIB



Oleh Moch Eksan


Lensajatim.id, Opini- Tak ada jabatan yang lebih tinggi daripada jabatan presiden di negeri ini. Jabatan ini merupakan incaran dari semua politisi. Jenderal TNI (Purn) H Prabowo Subianto tak terkecuali.


Prabowo semenjak diberhentikan dari TNI, ia berusaha terus untuk meraih jabatan orang nomor satu di negeri ini. Hal ini ditunjukkan dari partisipasinya dalam proses pencalonan presiden selama lima kali putaran pilpres langsung. Ia tak pernah absen sedikit pun dalam momentum Pilpres itu. Sampai ia terpilih menjadi presiden periode 2024-2029.


Pada 20 Oktober 2024, Prabowo dilantik resmi sebagai Presiden Republik Indonesia. Presiden kelahiran Jakarta, 17 Oktober 1951 ini diambil sumpah di hadapan Sidang Paripurna Majlis Permusyawarat Rakyat (MPR).


"Demi Allah saya bersumpah, akan memenuhi kewajiban sebagai Presiden RI dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh UUD 45 dan menjalankan segala undang-undang dan peraturan-peraturan dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa".


Pengambilan sumpah presiden kali ini dihadiri oleh tak kurang dari 1100 undangan, 33 tamu kenegaraan, 20 kepala negara sahabat. Kehadiran tamu undangan adalah wujud dukungan dan pengakuan negara-negara lain terhadap Prabowo sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas angkatan darat, angkatan laut dan angkatan udara.


Presiden lulusan Akademi Militer 1974 mengalami puncak kekuasaan yang dibutuhkan oleh politisi untuk melayani diri dan rakyatnya. Sebab, menurut Deborah L Rhode, puncak ambisi kekuasaan seorang politisi adalah melayani rakyat untuk memenuhi kebutuhannya.


Selama ini, Prabowo sudah terbukti setia pada konstitusi. Kendati punya peluang dan kesempatan untuk untuk mengambil alih kekuasaan dengan kontrakonstitusi, alumni The American School London Inggris ini tetap setia di jalan demokrasi.


Demokrasi menghalalkan perebutan kekuasaan melalui pemilu yang luber dan jurdil. Untuk itu, Prabowo mendirikan Partai Gerindra pada 6 Februari 2008 sebagai pintu masuk dan alat untuk meraih kekuasaan.


Tentu, orang yang paling berbahagia pada Minggu pekan terakhir Oktober 2024, adalah Prabowo sendiri. Pasalnya, presiden berdarah Jawa dan Minahasa ini dapat memenuhi keinginannya menjadi presiden melalui pemilu yang demokratis.


Meskipun berlatar belakang tentara dalam satuan tempur, Prabowo meraih jabatan presiden tak permisif dalam menggunakan kekerasan ala Machiavellianisme. Dimana menghalalkan segala cara untuk mencapai ambisinya, hatta dengan cara bohong, nipu, khianat, culas, licik dan sampai menghilangkan nyawa orang.


Memang, bertambahnya usia, Prabowo tampak semakin tulus dan ikhlas. Berbagai kekalahan telah banyak memberi pelajaran untuk menjadi sosok pribadi yang sopan dan santun,   menghormati sesama, serta juah dari tinggi hati dan sombong.


Di balik keberhasilannya meraih jabatan presiden, Prabowo berhasil merubah citra dirinya yang temperamental, bringas dan keras menjadi sabar, halus dan lembut. Ini modal meraih simpati rakyat. Tiba-tiba, rakyat banyak yang menjatuhkan pilihan kepadanya berkat keberhasilan mengmake-over wujud pribadinya di hadapan publik.


Prabowo sekarang adalah "Prabowo Baru" yang lebih humanis dan tak terlalu kentara militeristis.Yaitu Prabowo presiden yang memikul beban nasib jutaan rakyat Indonesia. Terutama rakyat miskin dan tertinggal. Disini, ia kembali diuji oleh godaan kekuasaan yang cenderung disalahgunakan.


Di singgasana kekuasaan, hari-hari Prabowo pasti akan dipenuhi dengan godaan dari keluarga, teman, dan musuh untuk memanfaatkan otoritas negara demi kepentingan oligarki dan komparador asing. Sementara, ia sudah meletakkan kakinya di atas kepentingan rakyat.


Oleh sebab itu, Abraham Lincoln mengatakan, "Semua orang bisa tahan dengan kesengsaraan, tapi bila kau ingin mengetahui karakter seseorang, berilah dia kekuasaan".


Walhasil, jabatan presiden yang disandang oleh Prabowo sekarang, sesungguhnya merupakan batu uji dari karakternya yang sejati-jatinya. Kesetiaan pada konstitusi dan rakyat akan terlihat langsung. Apakah ia setia atau serong pada amanah rakyat yang telah memilihnya? Biarlah sejarahnya yang akan menjawabnya.


Moch Eksan, Penulis adalah Pendiri Eksan Institute dan Penulis Buku "Kerikil Dibalik Sepatu Anies".

Bagikan:

Komentar