Oleh Achmad Sudiyono
Lensajatim.id, Opini- Pasca Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pasangan Gus Fawait-Djoko sebagai pemenang Pilbup 2024, Presiden Laskar Sholawat Nusantara (LSN) ini melakukan roadshow ke Jakarta dan Surabaya. Ia menemui beberapa pejabat di Kabinet Merah Putih dan Gubernur Khofifah Indar Parawansa.
Roadshow ini bertujuan untuk membangun sinergi, kolaborasi dan akselerasi antara Pemkab Jember dengan gubernur dan menteri dalam membangun daerah yang akan memasuki usia 100 tahun pada 2029.
Apalagi, Gus Fawait secara politik linier dengan gubernur dan presiden. Sama-sama diusung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang menyokong pemerintahan Prabowo-Gibran.
Bagi Jember, sebenarnya kesamaan aliansi politik antar 3 jenjang pemerintahan tersebut, merupakan berkah sendiri bagi warga produsen tembakau terbesar Jatim ini.
Dengan begitu, kemungkinan perselisihan kelembagaan bisa dihindari dalam orkestrasi kepemimpinan nasional. Pembangunan Jember tak akan berjalan sendiri tanpa kebijakan afirmatif yang menguntungkan daerah.
Selama ini, bupati Jember terdahulu kurang piawai dan lihai memanfaatkan akses program propinsi dan pusat lantaran terjebak oleh agenda rutinitas, inovasi dan kreasi yang lemah dalam optimalisasi pembangunan daerah.
Bahkan dalam beberapa kasus, bupati terkadang tak harmonis dengan pemerintah di atasnya. Sebab, ia merasa "raja kecil" dalam otonomi daerah.
Padahal, peraturan perundang-undangan hari ini menempatkan kabupaten sebagai kepanjangan tangan dari pemerintahan pusat. Dan hubungan pemerintah di atas dengan pemerintah di bawah bersifat hirarkis.
Artinya, bupati harus tunduk dan patuh pada gubernur. Sedangkan, gubernur juga harus tunduk dan patuh pada presiden. Visi, misi dan program harus serasi dan selaras. Tak boleh ada pertentangan antara berbagai level pemerintahan.
Negeri ini adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terdiri dari wilayah kekuasaan gubernur dan bupati/walikota yang otonom dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Nampaknya, Gus Fawait menyadari betul Jember adalah wilayah dari Propinsi Jawa Timur Indonesia. Kadipaten yang didirikan oleh pemerintahan Hindia Belanda pada 1 Januari 1929 tak berdiri sendiri secara otonom seotonom-otonomnya.
Jujur harus diakui, kewenangan bupati terbatas dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) juga terbatas. Maka, suka tidak suka, untuk menjadikan Jember sebagai teras Indonesia, mutlak membutuhkan bantuan dari pemerintahan pusat dan pemerintahan propinsi. Tanpa itu, mustahil bekas wilayah Kerajaan Sadeng Puger ini berhasil nyalip kabupaten/kota lain dalam berbagai bidang.
Selama satu dekade, banyak peluang dan kesempatan program dari propinsi dan pusat yang ditolak oleh pemkab. Mereka yang berusaha untuk menurunkan program malah acapkali disalahartikan bias kepentingan politik dan ekonomi.
Dengan berbekal pengalaman sebagai anggota dewan yang mengagregasi usulan program dari masyarakat, maka siapapun yang membawa kue pembangunan lebih bisa diterima dan ditindaklanjuti untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
Gus Fawaid telah teruji dan terbukti menjadi anggota dewan yang paling aspiratif dengan program-program masyarakat. Sehingga akhirnya dapat kepercayaan rakyat untuk memimpin Jember 5 tahun mendatang.
Saya yakin, keinginan untuk menghidupkan kembali Bandara Notohadinegoro dan Jember sebagai lumbung pangan, akan menjadi entry point bagi akselerasi pembanguan Jember.
Sekarang, tinggal bagaimana birokrasi daerah bisa menopang akselerasi program Gus Fawait mewujudkan Jember Baru, Jember Maju. Semua harus dilibatkan untuk membangun Jember, baik partai pengusung, relawan, simpatisan maupun para pesaingnya demi kejayaan Jember.
Achmad Sudiyono adalah Bupati LIRA Jember dan Pembina Wandas Foundation.
Komentar