Tangkap Layar salah satu komentar di akun Instagram resmi KPUM FISIB UTM. (Dok/Istimewa). |
Salah satu komentar yang ramai diperbincangkan berasal dari akun berinisial R. Komentar tersebut mengkritisi perubahan mendadak pada syarat calon ketua dan wakil ketua Himpunan Mahasiswa Psikologi (HIMAPSI).
“DARI TAHUN KE TAHUN SYARAT DAN KRITERIA KETUM DAN WAKETUM HIMAPSI HARUS MENGIKUTI HIMAPSI SELAMA 1 PERIODE LAH KOK TIBA-TIBA DIHILANGKAN?? SANGAT LUCU KALIAN PERMAINANMU MUDAH DITEBAK DAN INGAT BUAT KALIAN PARA CALON YG DILOLOSKAN ITU BUKAN MASALAH KALIAN BISA MAJU DAN DAPAT JABATAN, TAPI MASALAH HARGA DIRI KALIAN. KALIAN SUDAH TIDAK PUNYA HARGA DIRI SAMA SEPERTI KETUA KPUM!!!!” tulis R dalam kolom komentar salah satu unggahan Instagram resmi KPUM FISIB UTM.
Tak hanya itu, salah satu paslon yang tidak lolos seleksi administrasi juga menyampaikan kekecewaannya dalam sebuah wawancara.
“Padahal lengkap semua berkas-berkasku, interview nggak salah sedikit pun, cuma sebelah aja ada flag-nya,” ungkapnya, menyiratkan adanya favoritisme dalam proses seleksi.
Selain mengomentari kinerja KPUM, sejumlah netizen juga melontarkan sindiran tajam mengenai tampilan media sosial resmi KPUM.
Salah satu komentar yang viral ditulis oleh akun berinisial A:
“Info jasa sosial media spesialis tah min, jelek amat sosmednya, monggo kalian punya budget berapa dah di kantongnya, bisa hubungi saya, " tulisnya.
Sindiran ini mendapat banyak dukungan dari netizen lain yang merasa desain dan pengelolaan media sosial KPUM jauh dari standar profesional.
Di luar kritik serius, sejumlah netizen mengisi kolom komentar dengan lelucon bernada satir, menyoroti dugaan ketidakadilan dan kebijakan yang dianggap tidak konsisten. Hal ini menciptakan suasana panas namun juga penuh sindiran di media sosial.
Hingga berita ini ditulis, KPUM FISIB UTM belum memberikan tanggapan resmi atas berbagai tudingan ini. Kritik yang terus bermunculan menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk transparansi dan penjelasan agar kepercayaan mahasiswa terhadap proses Pemira dapat dipulihkan.
Beberapa mahasiswa berharap agar KPUM segera memberikan klarifikasi dan memperbaiki kinerjanya di masa depan.
“Pemira itu bukan cuma soal siapa yang menang, tapi bagaimana prosesnya mencerminkan keadilan dan demokrasi. Kalau prosesnya tidak adil, apa artinya hasilnya?” ujar salah satu mahasiswa yang ikut menyuarakan kekecewaan.
Pemira seharusnya menjadi ajang demokrasi yang menjunjung tinggi integritas. Namun, dengan berbagai kritik yang muncul, Pemira FISIB UTM 2024 justru menjadi cerminan kegelisahan mahasiswa terhadap proses demokrasi di tingkat kampus. (Fi)
Komentar