Oleh Moch Eksan
Lensajatim.id, Opini- Lita Machfud Arifin lahir pada Selasa, 14 Maret 1972 di Bumi Sriwijaya. Tanggal tersebut bertepatan dengan 28 Muharram 1392 H. Ia putri dari pasangan A Culyubi dan Nurmawati. Ia adalah anak kolong. Ayahnya seorang perwira menengah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), dan ibunya adalah anggota Persit Kartika Chandra Kirana.
Sebagai anak kolong, Lita dengan sistem keanggotaan stelsel pasif otomatis menjadi anggota Ormas Forum Putra-putri Purnawirawan dan Putra-putri TNI-Polri (FKPPI). Ia sekarang didaulat sebagai Ketua Himpunan Pengusaha dan Wiraswasta (HIPWI) FKPP Jawa Timur sejak 9 Januari 2025. Penunjukan ini tak lepas dari latarbelakang keluarganya sebagai anak kolong.
Anak kolong itu istilah yang sudah populer sejak zaman KNIL sampai sekarang. Sebuah sebutan bagi putra-putri tentara yang hidup di tengsi militer. Oleh karena tempat tinggal yang sempit, sampai ada anggota keluarga yang tidur di bawah kolong tempat tidur. Kehidupan mereka sampai diangkat menjadi film drama Belanda berjudul Ver Van Familie (Jauh dari Keluarga) pada 2008.
Keistimewaan anak kolong rerata kuat, berani, mandiri dan punya semangat bela negara yang tinggi. Mereka selalu siap kehilangan anggota keluarga yang telah kontrak mati demi negara. Lita kendati perempuan juga menunjukkan sifat anak kolong yang unggul tersebut.
Apalagi Lita ditakdir mendapatkan pasangan suami reserse. Machfud Arifin, suaminya, adalah lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1986 yang punya rekam jejak karier yang mentereng di Polri dengan tiga kali menjadi Kapolda, baik di Maluku Utara, Kalimatan Selatan maupun di Jawa Timur.
Bumi Sriwijaya menjadi saksi cinta Lita-Machfud. Berbagai sudut Kota Palembang menyimpan banyak kenangan indah bagi kedua anak muda generasi 90an. Sehingga keduanya berkomitmen untuk membangun rumah tangga dengan jarak usia tak kurang dari 11 tahun.
Lita adalah bintang pelajar yang baru menamatkan Sekolah Menengah Atas pada 1990. Sedangkan, Machfud baru berdinas aktif sebagai anggota Polri sejak 1986. Pernikahan dua anak muda yang kasmaran ini pada 5 Oktober 1990, akhirnya dikarunia 4 anak.
Lita menikah dengan Machfud pada usia belia. Tak kurang dari 18 tahun. Memang, usia yang sudah cukup matang untuk mengarungi biduk rumah tangga sebagai suami istri. Namun, pilihan menikah di usia muda, memaksanya berkonsentrasi pada urusan keluarga sehingga tak sempat kuliah.
Baru menempuh S1 Fakultas Hukum di Universitas Jayabaya, Jakarta Timur setelah suami purna tugas dari kepolisian.
Mungkin karena kesibukan sebagai ketua Bhayangkari dimana suami bertugas, Lita tak punya cukup waktu untuk kuliah. Apalagi kuliah waktu aktif mendampingi suami sebagai perwira tinggi Polri, pasti menyulitkannya untuk menyelesaikan pendidikan tinggi.
Ditambah, ia merasa tak ada tuntutan untuk menyelesaikan studi S1. Belajar pada sang suami dan kuliah di universitas kehidupan sebenarnya lebih dari cukup untuk menunjang peran dan kiprahnya dalam kedinasan maupun masyarakat.
Jadi, Lita sekarang masih terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas Jayabaya, Jakarta Timur . Ia sebenarnya kuliah lebih sebagai "contoh" bahwa menempuh pendidikan itu tak mengenal kata terlambat. Kapan dan dimanapun, seorang bisa belajar dari doktrin pendidikan semesta Ki Hajar Dewantara, "Setiap orang adalah guru. Setiap tempat adalah sekolah. Dan setiap buku adalah sumber pengetahuan".
Apalagi Lita saat ini sebagai anggota Komisi X DPR RI. Dimana komisi ini bermitra dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi. Tugas inilah yang memotivasinya minimal lulus pendidikan tinggi.
Riwayat pendidikan Lita tercatat sebagai alumni SD Yayasan IBA Palembang (lulus 1984), SMP Yayasan IBA Palembang (lulus 1987), dan SMA Xaverius 2 Palembang (lulus 1990). Sedangkan pendidikan tinggi, ia sedang on going.
Sebagai Wong Kito Galo, sedikit banyak kiprah dan peran Lita dalam politik dan gerakan perempuan diilhami oleh Pahlawan Perempuan asal Palembang. Namanya Ratu Sinuhun, yang merupakan permaisuri dari Raja Pengeran Sidoing Kenayan (1636-1642).
Ratu dari Kerajaan Sriwijaya ini dianugerahi gelar pahlawan nasional lantaran sumbangsihnya dalam stabilitas sosial dan politik serta persamaan kaum perempuan. Rupanya, Lita menjalani napak tilas peran dan kiprah Ratu Sinuhun di bumi nusantara sekarang. Selamat milad Ibu Ketua ke-53. Semoga bisa melanjutkan perjuangan Ratu Sinuhun di jagad politik Indonesia. Amien.
Moch Eksan Pendiri Eksan Institute
Komentar