|
Menu Close Menu

Refleksi Harlah 65 Tahun PMII, Menghidupkan Ruh Kaderisasi

Jumat, 18 April 2025 | 04.06 WIB

 

Oleh: Khoirus Soleh *) 


Lensajatim.id, Opini- Mari mulai dengan ucapan Bismillah,  Pada Harlah ke-65 Tahun PMII, kita anggap hari ini sebagai  momen yang sengaja diberikan oleh PMII sebagai hadiah untuk setiap diri kader  untuk mengambil kesempatan melakukan refleksi dan perenungan di tengah kehidupan yang serba cepat dalam mengemban amanah sebagai identitas diri kader PMII.


Usia 65 tahun bagi sebuah organisasi bukanlah angka kecil. PMII telah melampaui berbagai fase sejarah, dari masa transisi politik, era Orde Baru, Reformasi, hingga kini memasuki era digital dan disrupsi. Kita mulai refleksi dengan pertanyaan tentang pertumbuhan diri; setiap hari aktivitas apa yang telah kita lakukan? Perkembangan seperti apa yang telah dipelajari? seberapa luas relasi yang telah didapatkan? Tentu dalam setiap zaman akan memiliki karakter budaya masing-masing untuk menjadikan dan membentuk diri kader dalam mengembangkan diri.


Dalam upaya untuk membantu kita melakukan refleksi lebih lanjut, kita coba kembangkan pertanyaannya; Sudah seperti apa integritas diri kita? Sudah sejauh mana militansi kita? Sudah sebesar apa solidaritas yang kita ciptakan? Tentu pertanyaan ini masih merupakan pertanyaan dasar dalam berorganisasi, karena masih ada pertanyaan yang lebih dasar lagi, yakni; apakah diri kita memiliki daya tahan untuk tetap berproses dalam berorganisasi?


Di tengah gegap gempita perayaan, kita perlu menengok sebuah kebiasaan yang telah dilakukan. Menurut aliran empirisme pertumbuhan manusia ditentukan oleh kebiasaan yang dilakukan oleh lingkungan. Aliran ini menekankan peran lingkungan dalam membentuk perkembangan individu, dengan argumen bahwa manusia dapat dibentuk ke arah positif atau negatif tergantung pada pengaruh lingkungannya. Cobalah menarik diri bahwa benar kita telah hidup dan tumbuh di dalam organisasi. Sejauh ini kebiasaan apa yang telah kita lakukan? Apakah hal itu akan menuntun kita terhadap visi dan orientasi hidup untuk mencetak diri sebagai insan yang memiliki integritas atau hanya akan menuntun kepada keadaan yang buruk karena terjebak dalam kenyamanan yang sengaja diberikan oleh jaman.


Sejatinya, kekuatan PMII terletak bukan pada seberapa besar namanya disebut, tapi seberapa kuat dan konsisten ia mencetak kader yang berpikir kritis, berjiwa progresif, dan berdedikasi tinggi terhadap umat dan bangsa. PMII harus kembali merevolusi kaderisasi. Tidak cukup hanya dengan mengandalkan tradisi lama, tapi juga harus adaptif terhadap zaman. Zaman berubah, tetapi nilai tidak boleh pudar. Maka kaderisasi harus mampu menjawab tantangan digitalisasi, literasi rendah, serta menghidupkan kembali diskursus kritis dan keberpihakan terhadap kaum tertindas. Kaderisasi harus membentuk kader pemikir dan penggerak, bukan sekadar pelengkap struktur kepengurusan di semua tingkatan.


Mari kita lihat, Kaderisasi (Proses perkembangan diri kader) yang ada di kabupaten Sumenep, dalam jangka setahun terakhir, sudah berapa kader yang memiliki nilai yang cukup untuk bisa hidup di atas kakinya sendiri. Mungkin semuanya bisa mengaku bahwa dirinya adalah seorang kader PMII karena telah mengikuti MAPABA, tapi tak banyak yang mampu menerjemah landasan ideologis dan mengaktualisasikan diri sebagai PMII. Bahkan bisa dikatakan belum memiliki kesadaran diri bahwa dirinya adalah benih yang baru tumbuh yang membutuhkan banyak pupuk untuk tumbuh dengan baik, jika ibarat demikian proses dialektika pemikiran adalah pupuk terbaik untuk otak. Jika meminjam bahasa bung Rocky, otak tidak seperti perut yang bisa memberitahumu kalau dia kosong.


Minimal, yang mesti ditanamkan kepada seluruh kader adalah kaderisasi tidak boleh berhenti hanya sebatas kaderisasi formal MAPABA, PKD, ataupun PKL, melainkan kaderisasi adalah ruang ideologisasi dan pembentukan karakter. Disinilah nilai-nilai Ahlussunnah wal Jama’ah, semangat keindonesiaan, serta pemikiran transformatif ditanamkan. Sialnya hari ini, kita menghadapi tantangan besar; kaderisasi yang cenderung administratif, minim penguatan ideologi dan bahkan krisis militansi kader. Hal ini disebabkan oleh zaman yang telah dinodai oleh pragmatisme dan hedonisme. Semuanya berlomba-lomba untuk menuju kepada kenyamanan sesaat.


Bagaimana PMII bisa hidup di tengah-tengah peradaban yang kering akan pengetahuan ? Gagasannya besarnya adalah, kita perlu melakukan penyegaran di setiap sudut meja kopi melalui diskusi-diskusi antar kader. Menghidupkan kembali dialektika-dialektika pemikiran di pojok-pojok kampus, melalui ORMAWA atau melalui solidaritas satu angkatan. Dari lingkup-lingkup kecil tapi pasti secara perlahan akan mengantarkan kepada lingkup yang lebih besar; kajian lintas rayon atau bahkan lintas komisariat. Memang tak mudah, tapi mesti dicoba dan dilakukan. Sebagai struktur tertinggi di kabupaten Sumenep 


Selanjutnya kita harus menjadikan momentum Harlah ini sebagai alarm: bahwa PMII tidak akan punya masa depan, jika kaderisasinya kehilangan arah. Maka seluruh elemen pergerakan, dari rayon hingga PB, perlu menjadikan kaderisasi sebagai prioritas utama. Bukan hanya sebagai program kerja, tapi sebagai ruh organisasi. Kebiasaan yang positip secara kolektif mesti dilakukan, atas dasar posisioning kader yang haus akan ilmu pengetahuan. Untuk membuat kegiatan kaderisasi sekali dua kali adalah hal mudah, tetapi menciptakan iklim akademik dan gerakan yang baik tentu membutuhkan prinsip dan komitmen seluruh pihak di segala tingkatan juga jangka waktu yang sangat lama.


Hakikat kaderisasi sejati ada dalam rutinitas keseharian kader; bagaimana ia berpikir, bersikap, dan berkarya dalam hidup sehari-hari. Produktif bukan berarti sibuk. Produktif berarti memiliki arah, mengisi waktu dengan hal-hal yang bernilai dan konsisten bertumbuh baik secara intelektual, spiritual, maupun sosial. Kader sejati dibentuk dari hal-hal kecil yang dilakukan terus-menerus setiap hari. Jadikan produktivitas sebagai nafas kaderisasi, setiap waktu adalah ruang untuk tumbuh.


Penulis adalah Kordinator Biro Kaderisasi PC PMII Sumenep *) 


Bagikan:

Komentar